DoubleOverhead Camshaft (DOHC) Gambar 3. Double Overhead Camshaft. Double Overhead Camshaft ditandai dengan dua camshaft yang terletak didalam satu kepala silinder, satu camshaft melayani semua katup masuk dan satu camshaft lagi melayani semua katup buang. Desain seperti ini mengurangi insersia penggerak mekanisme katup, karena rocker arm Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc Ternyata masih banyak yang “confused” tentang cara pengukuran SWR yang benar maksudnya “Ternyata masih banyak yang belum sadar bahwa penunjukan SWR kadang bisa menipu” , dan ternyata “Masih banyak yang bingung tentang masalah panjang coax” . Mari kita belajar membuktikan bahwa bacaan SWR kita yang biasanya kita pasang dibawah , dalam ruang TX seperti gambar SWR-2 kadang benar tapi kadang juga menipu kita. Lakukanlah hal2 berikut 001 SWR meter adalah alat untuk mengukur seberapa match impedansi ANTENNA kita dengan coax. Karena yang diukur adalah antenna , idealnya pada awalnya pengukuran haruslah dilakukan pada antenna diatas tower seperti pada gambar SWR-1. Bahwa kemudian berkembang pengukuran dilakukan diujung bawah coax , itu tujuannya adalah agar praktis , teknisi tidak perlu sering/repot naik turun tower. Namun melakukan pengukuran dibawah sebetulnya lebih sulit , sebab yg diukur bukan langsung antenna. Untuk mengukur dibawah , sebetulnya lebih menuntut pengetahuan dasar yang lebih lengkap agar teknisi/operator tahu dan memahami jika menghadapi fenomena2 tertentu. 002 Pengukuran SWR idealnya dilakukan pada sambungan antara antenna dan coax , tetapi kita juga ingin belajar mengenal pengaruh2 jika pengukuran kita pindah & lakukan dibawah. Jadi pada percobaan ini kita sekaligus menggunakan keduanya memakai 2 bh. SWR meter. Belilah atau pinjamlah 2 bh. SWR meter YANG SAMA MERK DAN TYPENYA. Pasanglah yang 1 dibawah , didekat TX. 003 Dan pasanglah 1 bh SWR lain yang sama langsung pada antenna diatas tower . Mestinya / idealnya tersambung langsung dengan antenna , tetapi karena pada prakteknya akan sulit dilakukan , kecuali jika kita menambahkan sepotong kabel jumper J1. Agar tidak terjadi perubahan impedansi jika ketika beban antenna masih reaktif salah ukuran atau belum benar nyetelnya maka buatlah jumper J1 yang panjangnya kelipatan ½ lambda electric = effektif . Tentukan freq. percobaan. Dengan diketahuinya freq. maka lambda diketahui. karena lambda diketahui maka panjang coax yang ½ lamba atau kelipatannya juga kita temukan. Kalikan nilai ½ lambda tersebut dengan nilai velocity factornya kabel coax yg. dipakai tergantung jenis kabelnya maka ketemulah “panjang ½ lambda electric” alias “panjang ½ lambda effektif”nya. Buatlah jumper sepanjang itu tetapi makin akurat jika anda kurangi sedikit , karena panjang connector sebaiknya diperhitungkan sebagai bagian dari panjangnya kabel . 004 Demikian juga jumper lainnya / J2 potonglah dengan cara yang sama tetapi panjang J2 ini kurang terlalu berpengaruh karena posisinya sudah ada “dibelakang” rangkaian SWR meter . 005 L adalah coax panjang yang menghubungkan SWR bawah ke SWR atas. Pertama kali cobalah dengan panjang sembarang. Rangkaikan semua alat yg ada seperti gambar diatas. Diperlukan 2 orang untuk mempelajari pengujian ini. 1 orang diatas tower untuk membaca SWR-1 dan orang ke 2 diruang pemancar untuk membaca SWR-2. Keduanya saling berhubungan dengan menggunakan HT yg frekuensinya di stel jauh dari freq. kerja TX dan antenna yg diuji. Sebetulnya untuk mempermudah percobaan antenna bisa dipasang rendah menggunakan tiang pendek , tetapi perhitungkanlah , antenna harus ditempat bebas , jangan terlalu dekat ke pagar, talang, tembok, tanah , pohon agar pantulan, serapan dsb. yg terjadi tidak mempengaruhi impedansinya. Boleh rendah tetapi ditempat terbuka , misalnya untuk band 2 meter minimal 2 lambda diatas tanah. 006 Pakailah daya pemancar yg tidak terlalu tinggi misalnya 5 watt . Pertama-tama stel antenna dengan SENGAJA pada stelan yg buruk / salah , misalnya agar SWR nya menunjuk angka tinggi katakanlah 1,5 1 . Agar aman , semakin tinggi angka SWR yg anda sengaja pilih misalnya sampai 1,7 1 transmitnya pendek2 saja , yang penting teknisi yg ditower sudah sempat melihat nilai penunjukan SWR disini sengaja kita stel tinggi untuk “menciptakan” beban impedansi antenna yang REACTIVE. 007 Pada kondisi tsb. teknisi yg dibawah melihat penunjukan SWR-2 yg dibawah. Apa yang diketemukan ? Ternyata angka penunjukan SWR bawah TIDAK SAMA DENGAN SWR ATAS bisa lebih tinggi atau bisa sangat rendah . Inilah yg kita sebut sebagai PENUNJUKAN SWR YANG MENIPU. 008 Perubahan angka SWR itu terjadi akibat transformasi sepanjang kabel dan itu hanya terjadi jika antenna reactive. Perubahannya bisa sedikit tapi bisa juga sangat besar tergantung dari 2 hal yaitu seberapa mismatch / melesetnya antenna , dan berapa kelebihan panjang COAX jika dihitung dari titik “kelipatan ½ lambda effektif” yang terdekat dari posisi SWR-2 . 009 Pada kondisi kabel yang “sedang mengalami transformasi” semacam ini , kalau setiap kali panjang coax kita potong sedikit , maka bacaan pada SWR-2 akan berubah sedikit padahal / meskipun SWR-1 yang diatas tidak berubah dan tetap menunjukkan nilai sebenarnya . Jadi awas !! Kalau anda berkali kali memotong memendekkan coax sampai akhirnya menemukan angka SWR-2 yang terendah bahkan mungkin 11 , sebetulnya itu hanya kondisi SWR dibawah , sedangkan antennanya sendiri tetap mismatch , dan pancaran anda tetap “terganjal” , hanya sedikit power yg berhasil lepas terpancar dari antenna. 010 Demikianlah , saat antenna reactive kondisinya , maka PANJANG COAX AKAN MEMPENGARUHI “MEMALSU” / MERUBAH PEMBACAAN SWR DIBAWAH. Jadi kalau anda me-motong2 coax sampai SWR turun , itu sebenarnya anda sedang menipu diri sendiri karena tanpa anda ketahui , SWR sebenarnya di antenna masih tetap tinggi . 011 Sekarang percobaan kedua. Teknisi yg diatas tower menyetel antenna dengan melihat SWR-1 sampai SWR-1 terbaca minimum misalnya 1 1 . Ini artinya beban = antenna sudah berubah. Sekarang impedansinya sudah benar-benar 50 ohm RESISTIVE. 012 Apa yang kemudian terlihat di SWR bawah ? Sekarang SWR-2 dibawah akan menunjukkan angka yang sama dengan SWR atas yaitu 1 1. Sekarang potonglah coax sedikit demi sedikit. Apa yang terjadi ? Ternyata panjang coax tidak mempengaruhi. Berapa kalipun coax anda potong , SWR-2 tetap menunjukkan 11. Artinya adalah PADA BEBAN RESISTIVE , PANJANG KABEL TIDAK MEMPENGARUHI kecuali terhadap losses kabelnya. Semakin panjang kabel semakin besar lossesnya . 013 Demikian cara membuktikan bahwa penunjukan SWR yang terpasang dibawah yang rendah itu belum tentu baik. Kalau angka rendahnya itu angka murni maka pancaran anda akan optimal , tetapi kalau angka rendah yg anda lihat itu adalah nilai palsu , maka sebenarnya anda telah ditipu SWR meter anda !! tanpa anda sadari bahwa anda sedang memancar kecil atau mungkin sangat kecil meski TX anda sedang mengeluarkan power besar. 014 Jika anda sudah menguasai perilaku antenna, coax dan SWR meter anda dengan benar , anda sudah mulai melangkah siap untuk menjadi QRP’er yang baik , dengan power kecil mampu berkomunikasi lebih jauh. Kalau pemancar anda bekerja pada freq. pancaran yg tetap/fixed misalnya pada repeater atau jika pemancar anda bekerja pada freq. yang berpindah-pindah tapi dengan range yg. tidak terlalu lebar/tidak jauh dari centre freq. tertentu , saya sarankan membuat coax dari ruang pemancar sampai ke antenna yg panjangnya merupakan “kelipatan 1/2 lambda effektif” tersebut agar sistem yang anda bangun tersebut KEBAL tidak peduli apakah antennanya atau antenna penggantinya sedang dalam kondisi REACTIVE maupun RESISTIVE , penunjukan SWR nya akan tetap akurat menunjukkan nilai yang sebenarnya. Tetapi pada panjang yang diluar kelipatan itu, nilai transformasi bisa naik turun berulang ulang meskipun titik2 pengulangannya teratur dan bisa ditebak/dihitung . Selamat belajar !! Bravo !! Djoko H formerly YC2BCG Dalamsistem komunikasi mobile, biasanya didefinisikan oleh mantan, khususnya, bandwidth dari antena SWR SWR tidak lebih dari 1.5, antena rentang frekuensi operasi. juga dengan frekuensi sinyal, untuk sinyal RF 216 hingga 223 MHz, kekuatan medan sinyal yang diterima daripada yang tanpa bangunan 16dB rendah, untuk sinyal RF 670 MHz, bidang
Anda Berada disini Home › Blog › Antena › Cara Matching Antena Menggunakan Rig Expert 09 Mei 2021 - Kategori BlogRig Expert adalah alat yang cukup banyak digunakan oleh para teknisi radio di Indonesia untuk menguji kelayakan kabel dan matching antena. Harganya yang cukup mahal tentu dibarengi dengan kualitas yang cukup bagus, sekalipun tidak semua ada fitur anti-RF untuk menghindari gangguan pemancar radio lain Fitur anti-RF hanya tersedia pada AA-500 and AA-520. Rig Expert ini berguna untuk mengarahkan kita ke frekuensi yang dituju, tapi untuk hasil maksimal tentu saja harus menggunakan pemancar 1000 watt langsung agar bisa diketahui watt reflek yang sesungguhnya. Tapi pada dasarnya jika sudah didapat di bawah hasilnya sudah cukup bagus. Berikut contoh hasil pembacaan rig expert di menu All Param Setelah di SWR chat ketemu bahwa antena sudah matching di frekuensi yang Anda tentukan, misalnya maka silahkan klik menu All Parameter. Berikut nilai yang harus Anda dapatkan untuk mengetahui apakah antena sudah matching betul atau belum Z = impedansi = 50 ohm nilai 48-52 ohm masih wajar R = sama atau mendekati nilai Z X = 48 Phase = ga usah diperhatikan hanya perhatikan jika menggunakan antena sistem bay, karena phasenya sebisa mungkin harus sama Berikut langkah-langkah yang harus Anda perhatikan untuk mendapat hasil matching yang bagus 1. Cari tempat yang lapang agar diputar ke arah mana saja hasilnya sama. 2. Ketinggian pipa untuk tes minimal 2 meter. 3. Sambungkan kabel yang akan dipakai ke antena dan ke rig expert. Jika kabelnya bagus, maka hasil pembacaan menggunakan kabel ataupun langsung ke antena akan hampir sama. 4. Setelah ketemu hasil SWR yang bagus dan paramter lainnya bagus, baru genjot dengan pemancar 1000 watt agar tahu reflectednya. Setelah itu ubah sedikit-sedikit antenanya agar refleknya mendekati nol. antena, matching antena, rig expert
CaraMemasang antena parabola. Edo Sarkedo. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. By tajuddin nur. Laporan Kerja Praktek I. By ketut abimanyu. Majalah Satelit Terbe sar di Du nia Promax Explorer Antena T90 Ingin Lebih Banyak Satelit. By Ibnu mabruri. I TEKNIK DASAR TELEKOMUNIKASI. By Dwi Tobing. I Barang apa BEDANYA ANTARA MATCHING YANG “Sumber akar SWR NYA 1 1” DENGAN “CONJUGATE MATCHING” ? By Djoko Haryono Sebagian besar ham belum mengenal istilah CONJUGATE MATCHING” atau “CONJUGATE MATCH”. Jauh lebih sedikit mereka yang telah mengenal istilah ini. Segala apa perbedaan bermula kedua istilah tsb ? MATCHING Yang “NON_REFLECTIONS” Alias “Bawah SWR NYA 1 1/SERENDAH Barangkali”. Cara melakukan matching antara antenna/line nan minimum “naik daun” dan dianut banyak ham adalah yang kita ucap perumpamaan “Non-Reflection Match”. Penganut metode ini memfokus berpusat kerjakan meninggalkan adanya Reflections ataupun Reflected Power. Mereka berpedoman sedapat-dapatnya SWR mencapai 1 1 Unity . Galibnya mereka sudah akan bertepatan puas jika mereka berhasil mencapai hasil pengukuran dengan nilai tsb. , terlepas dari apakah kondisi yang sebenarnya sistem antenna dan saluran transmisinya benar2 sudah bekerja dengan kesangkilan pangkat atau belum , nan terdahulu SWR meternya “harus/sebisa mungkin” terbaca 1 1. Dalam postingan2 lainnya saya mutakadim cukup banyak memberikan contoh2 bahwa SWR 1 1 tidaklah burung laut bermanfaat baik ber-efisiensi jenjang , saja n domestik praktek sehari-perian , sebetulnya teramat banyak contoh kasus dimana penunjukan meter nan 1 1 ternyata merupakan “pendakwaan semu / palsu” yang burung laut mempermainkan kita kasus ketika SWR turun banyak saja ternyata power sekali lagi sampai-sampai turun banyak , kasus sistem radial antenna vertical HF nan diperlemah diminimalkan yang justru malah menujukkan nilai SWR nya membaik / turun ataupun memerangkapi , kasus dimana momen balun disisipkan / dipasang maka SWR langsung jebluk bintang sartan 1 1. Turunnya SWR itu karena dipasangi berpuntal-puntal nan sebelumnya tak ada. Padahal kemudian ternyata powernya malah banyak hilang –karena design balun yang salah- . Power itu hilang menjadi semok yang tinggi pada balunnya. Kejadian peristiwa semacam ini –dimana ponten SWR memerangkapi kita- gegares terjadi. CONJUGATE MATCHING Istilah Conjugate Matching kebanyakan hanya dikenal oleh para amatir radi ham yang dalam menjalankan hobbynya , ia sudah tertarik berusaha mendalami “bagian2 runding ketentuan complex dalam meng-evaluasi Impedansi sistem Antenna / Sungai buatan Transmisinya”. Kok demikian ? Itu karena Teori CONJUGATE MATHING memang tak berbasis berpusat pada angka SWR nya namun bertambah bermakrifat plong perhitungan2 complex yang “terkandung” pada Impedansi Resistance & Reactance , baik Inductive maupun Capacitive . Sebuah antenna Doublet 100 ft dioperasikan pada 80 m band. Saluran transmisinya ladder line 300 ohm sepanjang 40 ft. Impedansi pada halte antenna = output dari line 26 – j 420 ohm. Impedansi pada jarak lambda dari feed point / halte antenna , maupun pada input dari line = – j ohm. Coaxial dengan impedansi karakteristik 50 ohm hanya digunakan antara TX dan Antenna Tuner. Pertanyaan2 maupun kesan2 nan timbul yakni 01 . Perhatikan input line. Impedansi disana terhargai – j ohm. Darimanakah impedansi – j ohm itu unjuk ? Artinya , apakah angka itu muncul laksana transfigurasi impedansi 26 – j 420 ohm di output line ? atau dengan introduksi lain ….. Apakah benar impedansi 26 – j 420 ohm berusul antenna itu setelah melalui jarak lambda akan menjadi – j ohm ? Ini akan boleh di check memperalat Smith Chart yang belum saya coba lakukan. Terus panah saya masih adv minim agak kelesa mencoba melakukan re-check karena saya anggap masih ada 1 penunjuk nan enggak ditulis pada skema / lembaga yg saya temukan ini , ialah velocity factor berpunca ladder line nya. Memang Barangkali bisa di-kira2 , tapi tambahan pula “main kira2” itu yg menyebabkan saya jadi minus enggan . Ataukah angka itu adalah conjugate impedance + j ohm nan dihasilkan oleh tuner ? 02 . Betulkah nilai Lumped component L = 1 uH dan C = 1870 pF itu resonans pada riuk satu freq. di band 80 meter dan “menghasilkan” impedansi + J ohm yang berlawanan phase dengan – j pada input line ? 03 . Kondisi yang ada dalam contoh ini yaitu impedansi antenna terukur 26 – j 420 ohm TENTU SAJA HANYA BERLAKU Buat Pelecok Satu Kekerapan KERJA SAJA , sedangkan kalau kita berpindah frekuensi lain tetutama mengimbit band impedansi pada halte antenna tentu saja menjadi berbeda lagi. Dari sinilah kita boleh mengumpamakan bukan main complexnya perhitungan / perencanaan Conjugate Matching , khususnya cak bagi para “orang radio” nan ham / amatir radio karena mereka bekerja ber-pindah2 dan ber hak menunggangi bineka band radio. 04 . Bagi kian dapat membayangkan “betapa complex” nya perencanaan agar kita bisa mencapai kondisi Conjugate Matching bila antenna kita adalah antenna Multi Band , coba perhatikan BETAPA Besar RANGE Bersumber IMPEDANSI ANTENNA DOUBLET G3RWF Detik IA BER – PINDAH2 Berusul SATU KELAIN BAND pada station broadcast alias lainnya yang hanya bekerja menunggangi singlke freq. , perencanaannya menjadi lebih sederhana . Dalam Tabel nan cak semau pada link / incaran situs dibawah ini kita bisa melihat perubahan2 kredit Impedansi Antenna Doublet tsb., baik Resistancenya maupun Reactance / jX nya . Complexnya nilai2 nan muncul akan mewujudkan perencanaan Conjugate Matchingnya bertambah bikin penasaran. Bagus ya G3RWF lagi sejumlah proklamasi experiment para ham / amatir radio lainnya sudah lalu menciptakan menjadikan daftar impedansi multi band sedetil itu. Akan sangat baik untuk dipakai sebagai sasaran berlatih menggunakan Smith Chart. Disini Conjugate koteng kita artikan sebagai UTUH maupun MENYATU = bagaikan ketunggalan . Artinya pada sistem perhitungan bagaimana mendapatkan hasil Conjugate Matching , akan didapatkan kesannya adalah SELURUH POWER AKAN DISERAP Makanya ANTENNA LOAD DAN SELURUHNYA AKAN TERPANCARKAN. Pada perhitungan ini , seluruh sistem akan tampil misal SATU KESATUAN baik Impedansi antenna , line output , tahapan coaxial ataupun penyalur lainnya , line input dan conjugate impedance pecah transmitternya. Totalitas alias Utuh bagaikan suatu kesatuan itulah yang kita maksudkan dengan istilah Conjugate. Sebaliknya , puas sistem yang paling kecil banyak dikenal yaitu “ Yang penting SWR nya 1 1” sebenarnya seluruh fragmen dari sistem seakan terpecah bermula terpisah pisah . Antenannya bergabung dengan Line outputnya ujung atas coax . Padahal TX nya berintegrasi dengan Line Inputnya dan “agak kelam sendiri” artinya apa yang ditunjukkan SWR meter diruang pencahaya tidak / belum menunjukkan nilai SWR / Line yang sebenarnya yang ada di feed point antenna . Itupun masih ada “Episode ke 3” yang juga seakan terpisah berpokok kerumunan antenna & kelompok TX nya , yaitu “Jenjang Kabel Coax nya” yang juga “ngeri sendiri” dan sering menjadi “biang” pecah ketidak cocokan hasil/nilai pengukuran yang ditunjukkan. Puas Conjugate Matching , “Tahapan Line” itu telah bergabung dalam hitungan complex yang dilakukan. Berapapun panjang Line –selama total loss nya terkontrol- , kesannya akan konsisten artinya Seluruh Power akan tetap tersalur ke antenna . Situasi ini berlainan dengan metode “Nan berfaedah SWR nya terbaca 1 1 bawah matching ” ini yang cerbak mengakali kita. Mengujinya mudah bikin membutuktikan bahwa matching nan dilakukan itu yakni matching yang tidak total / non conjugate. Setelah SWR terbaca 1 1 , kalau panjang linenya kita rubah misalnya dengan dikurangi atau dipotong perlahan-lahan sedikit maka bacaan SWR nya akan senantiasa berubah ubah. Itulah kondisi NON-CONJUGATE yang sebenarnya banyak menyia-nyiakan power karena tak terhirup antenna. Pengujian atau yang bertambah tepat bukan pengujian melainkan Verifikasi dengan prinsip tersebut bilamana panjang coax akan mempengaruhi SWR dan kapan tangga coax tak mempengaruhi nan mudah membebaskan antar Conjugate dengan Non Conjugate Matching , lebih mudah bagi dilakukan oleh sebagian besar ham , kendatipun ada pendirian lain yang lebih praktis dan cepat adalah menganalisis menggunakan Smith Chart. Yang menjadi ki aib kerjakan dapat mengerjakan analisis dan penjumlahan yakni bahwa sebagaian ki akbar ham belum mengatasi / mengenal cara eksploitasi Smith Chart. Hanya invalid prosentagenya diantara mereka yang telah menguasai cara penggunaan Smith Chart. Conjugate match terjadi lega sistem jika Internal RESISTANCE Dari TX Setimpal DENGAN KOMPONEN RESISTIVE Berpokok IMPEDANSI LINE INPUT Atau SEBALIKNYA dan SEMUA SEMUA Hajat REAKTANSI YANG Ada RESIDUAL REACTANCE COMPONENTS Puas TX DAN IMPEDANSI LINE INPUT DICANCEL Sampai ke Biji ZERO HILANG Sama sekali . Privat KONDISI Serupa ini SISTEM MENJADI RESONANS. Seluruh power pecah TX akan melewati line dan semua pantulan akibat ketidak jodohan terminasi terminating mismatch ataupun pantulan dari titik2 discontinuity siuman pada perancangan coax / saluran gigi , timbulnya discontinuity adalah satu hal yang perlu dihindari yang suka-suka disepanjang line akan di tempuh maka dari itu munculnya “Pantulan kedua / pelengkap” akibat terciptanya “Nondissipative mismatch” pada tutul matching conjugate. Nondissipative mismatch ini adalah suatu kondisi yang “ditempatkan koteng makanya sitem” muncul dengan sendirinya dititik tsb. seandainya/setelah kita memintal nilai2 yang tepat misalnya memperalat lumped component internal perancangan sistem kita , dan nilai yang tepat itu akan “memproduksi” SWR & Pantulan yang besarnya sama dengan Pantulan Reflected Power yang datangnya dari arah antenna would produce the same magnitude of reflection or SWR tetapi dihasilkan koteng oleh line termination mismatch.. Akibatnya ialah akan terjadi Pemantulan Kedua Rereflection pada gelombang , tetapi barangkali ini terjadinya di input line serta pemantulan itu terjadi terhadap Reflected Power yang nomplok berpokok arah antenna / outpour line. Reflection ulang nan terjadi adalah sebuah Total Reflection kembali kearah antenna. Walaupun teori ini kedengarannya sangat musykil , hanya dapat dicapai dengan prosedur tuning & loading yang etis. Itu semua terjadi pada conjugate matching pada sistem dengan lossless line. Sebenarnya saya sendiri masih sangat bodoh dalam berusaha memahami prinsip2 CONJUGATE MATCHING dan saya masih kepingin belajar banyak dari teman2 nan lain. Untuk itu saya mengharap adanya sumbangan pemikiran dan alias tutorial semenjak teman2 nan sudah mempunyai pengalaman tentang Conjugate Matching. Pula tolong dikoreksi kesalahan2 yang ada pada karangan saya diatas. Daftar URL / link dibawah ini adalah invalid referensi singkat yang berkaitan dengan Conjugate Matching. Repeateryang sering digunakan dalam kabel komunikasi trans-benua dan kapal selam, karena redaman (sinyal rugi) jarak tersebut akan diterima tanpa mereka. Repeater yang digunakan pada kedua kabel tembaga-kawat yang membawa sinyal-sinyal listrik, dan serat optik membawa cahaya. Repeater digunakan dalam layanan komunikasi radio. Caramematchingkan antena yang baik ialah dengan menggunakan alat khusus, yaitu: Dip Meter dan impendance meter, atau dapat juga menggunakan SWR analyser. Apabila alat tersebut tidak tersedia, matching dilakukan dengan menggunakan transceiver dan SWR meter. Pertama-tama pasanglah antena dengan konfigurasi yang dikehendaki. Padapertengahan 1990-an, telah diberikan lisensi penyelenggara telekomunikasi bergerak selular AMPS regional kepada Ratelindo (Bakrie) di pita 800 MHz sub band B (825-835 MHz dan 870 – 880 MHz) di daerah Jabotabek. Pada perkembangannya sejak awal tahun 2000-an, semua penyelenggara selular AMPS beralih ke teknologi CDMA secara bertahap. FMantena kuasa tinggi kuasa yang rendah profesional TX 30w 15w 15w FM Penerima Encoder RF Transistor 1.5w Analog TV TX Pemancar TV Modulator antena dipole Bekalan kuasa 1kw 1w 100w PCB Kit 50w 5w 25w IRD 150w TV Antenna 350w Projek 80w 2kw 7w 0.1w 0.5w 300w 3kw 2w 0.2w 500w 600w 5kw penyahmodulat 10kw penguat FM 200w Perangkatyang digunakan. 1. Soft core leon processor yang digunakan release leon-xst. Spesifikasi : Prosessor 32 bit sesuai dengan SPARC V8, Pemisahan instruksi dan data cache, Memory interface, Timer, Watchdog, Uart, Interrupt controller, PIO, AMBA on chip bus, Boot Loader dan Watch point Register. 2. Sebelummembicarakan cara membuat SWR/VSWR meter ini, supaya kita sedikit memiliki bekal knowledge tentang SWR/VSWR dalam dunia per-radio-an ini akan disinggung tentang SWR/VSWR. frekuensi kerja VHF (30-300MHz). Gambar 5 merupakan perambatan langsung memerlukan jalur di mana antena pemancar dan antena penerima dapat saling .
  • ocitcl62zd.pages.dev/8
  • ocitcl62zd.pages.dev/369
  • ocitcl62zd.pages.dev/41
  • ocitcl62zd.pages.dev/94
  • ocitcl62zd.pages.dev/341
  • ocitcl62zd.pages.dev/493
  • ocitcl62zd.pages.dev/474
  • ocitcl62zd.pages.dev/62
  • cara matching antena tanpa swr